Jumat merupakan hari libur di pesantrenku. Besok tidak ada tugas menghapal. Peer fisika, kimia dan matematika juga tidak ada.
Teman sekamarku, mereka tengah asik di balik selimut masing- masing. Ada yang selimutnya masih baru dan wangi. Aku tahu minggu lalu orang tuanya datang menjenguk membawakan selimut baru.
Ada lagi selimut yang sudah usang dan dekil.
“Idih…amit-amit cabang kelapa, udah jelek nggak mau ngaca. Eh, maksudku nggak pernah dicuci.”
Tampak peta suatu kepulauan. Mungkin Si empunya selimut itu cinta abiz sama tanah tanah air kali yah, sampai-sampai gambar kota kelahirannya diabadikan menebar aroma tak sedap.
Hei, ada yang mendengkur. Mungkin tengah meminta hujan. Mirip katak.
“Ih.. geli, akhwat kok tidurnya ngorok. Nggak gadiz banget sih.”
Aku melihat buku diatas kepalanya. Pacaran Menurut Kaca Mata Islam.
“Kaca mata kuda kali. Paling-paling Si pengarang mau bilang pacaran hukumnya haram. Malas ah.”
Ada buku lain. Tentang kisah cinta Rabiah aladawiah, sepertinya menarik. Barangkali Rabiah aladawiyah itu kemenakan Romeo atau bisa jadi sepupu Tom Cruis yang di timur tengah. Nama yang beraroma Arabian.
Satu, dua dan tiga halaman aku baca. Awalnya membosankan. Pacaran kok sama yang katanya tuhan.
Belum terasa kantuk. Kuajak saja mata menapaki setiap kata. Aneh, timbul rasa malu. Selama ini aku hanya mencintai rakha. Dia sangat baik lagi tampan. Santri putra yang karismatik. Aku masih menyimpan fotonya saat memberikan sambutan ketika terpilih menjadi ketua OSPP, semacam OSIS-lah. Foto saat Rakha menerima piala ketika dinobatkan sebagai juara umum juga masih kusimpan rapih.
Buku hampir selesai aku baca. Aku malu pada diriku sendiri. Setiap orang dan saat formulir-formulir menanyakan identitas agamaku selalu aku katakan Islam. Aku mengaku beriman namun sejujurnya tidak pernah terasa ada cinta untuk siapa yang Rabiah sebut-sebut sebagai tuhan. Aku serius mencintai Rakha.
Malam jumat lalu usai muhadoroh Rakha memanggilku. Kami bertemu di ruang komputer. Disana aman. Kalau kebetulan ada ustadz atau ustadzah menghampiri, kami bisa beralasan sekedar membuka file sebentar.
Di pesantren kami memang dilarang keras berpacaran tapi buat orang sepertiku mana tahan. Kami seringkali mencuri waktu bertemu. Paling sering di ruang komputer terkadang di ruang kelas. Pagi hari di kelas sepi dan tenang, tidak perlu hawatir tertangkap basah. Tapi terus terang pengawal Rakha membuatku risih.
Belum pernah Rakha datang seorang diri saat kami janji bertemu. Selalu ada Juan menemani terkadang bejo atau mereka berdua sama-sama jadi ajudan. Suasana jadi kurang nyaman. Pernah aku marah.
“Rakha ngapain sih, Juan Si cabe keriting itu kamu bawa-bawa, emang digajih berapa? Itu Si kuda lumping kenapa juga ikut-ikut, setia banget sama majikan.”
Rakha selalu saja menunduk di depanku. Aku semakin kesal.
“Udah ngobrol berdua jarang banget, sekali ada di depan mata Rakha nggak mau ngelirik. Sia-sia deh aku bolak-balik ngaca.”
Saat aku menanyakan Rakha sesuatu, jawabannya selalu terlalu religius, termasuk alasan Rakha membawa pasukan.
“Saat anak adam berdua-duaan dengan lawan jenis yang bukan mahram di tempat sepi maka yang ketiga adalah setan”
Aku mendengus kesal.
“Adam dan Hawa nggak pernah ngelahirin aku juga kamu Rakha. Aku anak perempuan Haji Kasmin tahu!”
Rakha orang yang tingkahnya lemah lembut tapi prinsipnya lebih keras dari batu koral bahkan baja. Kalau sudah beralasan memang aturan agama, tidak pernah mau kalah.
Dalam kamusku sebenarnya tidak terlalu salah. Saat kami berempat maka selain aku dan Rakha, yang ketiga, keempat dan seterusnya adalah pengganggu. Juan dan Bejo tak ubahnya setan pengganggu.
Malam ini perempuan dengan julukan Wanita Sufi itu mengusik isi kepalaku. Ada kemiripan dengan tingkah Rakha. Alkisah menceritakan cinta Rabiah seutuhnya untuk Al-aziz. Kalau tidak salah itu satu di antara sembilan puluh sembilan julukan dan sifat Allah yang juga aku akui sebagai tuhan dan tuhan Rakha juga. Kata-kata Rabiah mengingatkanku akan ucapan Rakha beberapa waktu lalu dalam suratnya.
“Aurel, I hope you’ll understand me. I wish I can do love you but I can’t, it’s so hard. I can’t leave my god. Kita berteman saja, teman tapi jaga diri dari dosa.”
Terang saja aku kecewa, hatiku lirih.
“Kenapa baru saat ini Rakha jujur, lalu apa arti kebaikannya selama ini? Buku hadiah ulang tahun yang ia berikan, nasihat dan perhatian yang pernah ia curahkan, untuk apa? Aku ragu, mungkinkah Rakha ingin menguji ketulusanku? Sulit dipastikan.”
Memalukan, ini surat rahasia bagiku. Teman-temanku tidak boleh ada yang tahu. Terbayang betapa malu aku saat mereka tahu aku dan Rakha tak lebih dari sekedar teman. Padahal semula semua temanku berdecak kagum dan berucap salut aku bisa meluluhkan hati Rakha. Semua temanku tahu siapa Rakha sebelum aku mendekatinya. Rakha tidak pernah berpacaran. Rakha terkenal santriwan anti air. Sebening apapun rupa santriwati yang mencoba memikat hatinya ia tetap seperti bongkahan bukit salju membuat beku setiap air yang mendekatinya.
Kini aku harus mengangguk setuju untuk julukan itu. Rakha benar-benar anti air.
Malam kian melarut namun rasa kantuk belum juga hadir. Buku itu menyibukkan pikiranku. Sayup-sayup samar lantunan ayat suci mencuri ruang di telingaku. Teman di samping kamarku mungkin tengah bermesraan seperti apa kata Rabiah. Dengan tuhan.
Ada rasa cemburu yang tiba-tiba mengambil ruang di dalam kalbuku. Dapatkah aku dan Dia saling mencintai ? Kisah Rabiah memberiku pemahaman baru tentang arti cinta. Versi yang mungkin sama dengan konsep Rakha. Baru kali ini aku seperti mengerti sikap aneh Rakha. Mungkin cintanya kepada Al-aziz yang membuat dia selalu menunduk saat aku menatap dan mengagumi ketampanannya. Juga ketika ia berpapasan dengan santriwati pada umumnya.
Kali ini dapat kupahami mengapa Rakha selalu membawa bala tentara setiap kali menemuiku. Aku tak ubahnya medan perang bagi Rakha. Perempuan sepertiku diikuti banyak setan.
“Rakha, maafkan aku membuatmu letih berperang. Kini aku mengaku kalah. Aku telah salah mengartikan cinta. Rakha kumohon bawalah aku menghadap rajamu, Ajari aku bercinta menjalin kasih dua dunia.”
0 komentar:
Posting Komentar
Leave me your Comment, Eventhough Just "Hello" word.